Blog

https://equity-world-futures-semarang.com/

PT Equityworld Futures Semarang – Rupiah Melemah, Dunia Usaha Menanti Langkah Serius Pemerintah

12:35 29 September in Market Review
0 Comments
0

PT Equityworld Futures Semarang – Nilai tukar rupiah yang bergerak fluktuatif sejak awal tahun menjadi momok tersendiri bagi dunia usaha, terkhususnya sektor manufaktur.

Posisi terakhir rupiah menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia (JISDOR BI) ada di Rp 16.775 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (26/9/2025). Secara year-to-date (ytd), posisi ini mencerminkan koreksi hingga 3,32%. Pun menurut data Bloomberg, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp 16.738 per dolar AS, melemah 3,33% ytd.

Posisi rupiah yang kembali mendekati Rp 17.000 ini berisiko menekan dunia usaha. Ahli Kebijakan Publik UGM sekaligus Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana menyebut, sektor manufaktur bakal menjadi yang paling rentan dalam kondisi ini.

“Tidak aman untuk bisnis manufaktur, berkaitan erat dengan beban belanja bahan baku, logistik, dan maintenance (perawatan) yang pasti ikut naik,” papar Danang kepada Kontan, Minggu (28/9/2025).

Danang bilang, bisnis jasa semacam perhotelan mungkin saja mendapat efek positif dadakan, dengan peningkatan tamu luar negeri akibat biaya akomodasi dan penerbangan yang lebih murah bagi dompet asing.

Namun begitu, tetap saja kenaikan harga bahan baku berlaku bagi sektor hotel. Dengan perhitungan belanja modal yang lebih mahal, COGS alias harga pokok penjualan tetap lebih rendah dibandingkan harga jual.

Danang menyoroti fakta bahwa fluktuasi rupiah sesungguhnya bukan hal baru. Dalam artian, pergerakannya bisa diprediksi dan dampaknya bisa diantisipasi.

“Ahli-ahli di BI dan pemerintah bisa benar-benar lakukan evaluasi akurat soal pelemahan rupiah ini. Ini sudah sangat sering terjadi, mestinya mereka bisa prediksi jauh lebih awal sebelum kejadian,” ujarnya.

Danang mengatakan, pemerintah seharusnya sudah tahu momentum dan penyebabnya fluktuasi rupiah, yang umumnya disebabkan dua hal utama yakni lonjakan permintaan dalam negeri dan/atau tekanan eksternal luar negeri. Sayangnya, pemerintah tidak antisipatif.

Danang lantas mempertanyakan keseriusan pemerintah menyusun strategi forecasting atau prediksi dari serial kejadian yang telah terjadi bertahun-tahun ini. “Seperti tidak ada kepedulian mereka yang mengakibatkan sebagian besar manufaktur jadi korban,” sebutnya.

Ke depannya, ia berharap BI dan pemerintah dapat melancarkan langkah yang lebih serius untuk mengantisipasi fluktuasi rupiah. “Atasi dengan tindakan antisipatif yang akurat, jangan lempar batu kesialan ke market atau ke pengusaha,” imbuhnya.

PT Equityworld Futures Semarang

No Comments

Post a Comment